Sabtu, 01 Oktober 2022

Mengenal Gerakan 30 S PKI

Oleh: Winarto
Istilah G30S PKI merujuk pada gerakan yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 30 September 1965. PKI merupakan salah satu partai resmi di Indonesia. Partai berpaham komunis ini telah berdiri jauh sebelum Indonesia merdeka. Berdasarkan buku berjudul Kehancuran Golongan Komunis di Indonesia (Abdul Syukur, 2008), cikal bakal PKI adalah serikat buruh bernama Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) yang dibentuk oleh Hendricus Josephus Fransiscus Marie Sneevliet dan koleganya. Anggotanya adalah 85 orang Belanda yang bekerja di pelabuhan-pelabuhan Hindia Belanda
Bisa dikatakan bahwa G30S/PKI atau Gerakan 30 September 1965/PKI adalah suatu pengkhianatan yang paling besar yang terjadi pada bangsa Indonesia. Peristiwa tersebut terjadi di malam hari, tepatnya pada pada pergantian dari tanggal 30 September atau tanggal 1 Oktober. Tragedi ini melibatkan Pasukan Cakrabirawa dan juga Partai Komunis Indonesia atau PKI.

Mengutip Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 28 Tahun 1975, G30S PKI adalah peristiwa pengkhianatan/pemberontakan yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan atau pengikut-pengikutnya terhadap Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 30 September 1965, termasuk gerakan/kegiatan persiapan serta gerakan kegiatan lanjutannya.

G30S PKI dilatarbelakangi oleh dominasi ideologi Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (NASAKOM) yang berlangsung sejak era Demokrasi Terpimpin diterapkan, yakni tahun 1959-1965 di bawah kekuasaan Presiden Soekarno.

Hal lain yang menyebabkan mencuatnya gerakan ini adalah ketidakharmonisan hubungan anggota TNI dan PKI. Pertentangan kemudian muncul di antara keduanya. Selain itu, desas-desus Kesehatan Presiden Soekarno juga turut menjadi latar belakang pemberontakan G30S PKI.

Gerakan ini memiliki tujuan untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno. Tak hanya itu, mereka juga menginginkan pemerintah Indonesia berubah menjadi pemerintahan komunis. G30S/PKI dipimpin langsung oleh ketuanya pada saat itu yang bernama Dipa Aidit. Ketua gerakan ini sangat gencar memberikan hasutan kepada seluruh warga Indonesia agar mendukung PKI. Mereka memberikan iming-iming bahwa Indonesia akan lebih maju dan sentosa jika dibawah kekuasaan PKI.

Selain itu, dikutip dari buku Sejarah untuk SMK Kelas IX oleh Prawoto, beberapa tujuan G30S PKI adalah sebagai berikut:
  1. Menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjadikannya sebagai negara komunis.
  2. Menyingkirkan TNI Angkatan Darat dan merebut kekuasaan pemerintahan.
  3. Mewujudkan cita-cita PKI, yakni menjadikan ideologi komunis dalam membentuk sistem pemerintahan yang digunakan sebagai alat untuk mewujudkan masyarakat komunis.
  4. Mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis.
  5. Kudeta yang dilakukan kepada Presiden Soekarno tak lepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional.
D. N. Aidit sebagai tokoh sentral dari gerakan PKI, menurut pakar sejarah yang ada di masa rezim Presiden Soeharto, adalah dalang utama dari adanya gerakan 30 September 1995/PKI. Dalam melakukan makarnya, gerakan ini dilaksanakan atas satu komando yang dipimpin langsung oleh Komandan Batalyon I Tjakrabirawa, yaitu Letnan Kolonel Untung Syamsuri.

Gerakan tersebut dimulai dari Kota Jakarta dan juga Yogyakarta. Pada awalnya mereka mengincar Perwira Tinggi dan Dewan Jenderal. Awal mula dari gerakan ini hanya bertujuan untuk menculik dan membawa paksa para Jenderal dan juga Perwira ke Lubang Buaya. Akan tetapi, terdapat beberapa prajurit daro Cakrabirawa yang memutuskan untuk membunuh Perwira Tinggi dan juga Jenderal yang mereka bawa ke Lubanh Buaya.

Berikut ini adalah keenam perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang menjadi korban meninggal dunia dalam tragedi G30S/PKI.
  1. Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani
  2. Mayor Jendral Raden Soeprapto
  3. Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono
  4. Mayor Jenderal Siswondo Parman
  5. Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan
  6. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo
  7. Lettu Pierre Andreas Tendean
Sedangkan Panglima TNI yaitu AH Nasution yang menjadi sasaran utama berhasil kabur dan meloloskan diri. Namun, putri dari AH Nasution yang bernama Ade Irma Nasution meninggal dunia karena tertembak. Keenam jenderal yang sudah disebutkan di atas dan juga Lettu Pierre Tendean kini ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi. Sejak diresmikannya UU Nomor 20 tahun 2009, gelar tersebut sudah diakui sebagai Pahlawan Nasional.

Setelah terjadinya tragedi G30S/PKI, Soekarno kemudian memerintahkan Mayor Jenderal Soeharto untuk menghilangkan dan membersihkan semua unsur pemerintahan dari pengaruh Partai Komunis Indonesia. Hal tersebut dilakukan atas desakan warga Indonesia karena menganggap peristiwa tersebut sudah memberikan luka mendalam bagi merek. Setelah diperintah Soekarno, Soeharto langsung bergerak dengan sigap.

Operasi penumpasan G30SPKI dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1965 sore hari. Gedung RRI pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi dapat direbut kembali tanpa pertumpahan darah oleh satuan RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, pasukan Para Kujang/328 Siliwangi, dan dibantu sejumlah pasukan kavaleri.

Setelah diketahui bahwa basis G30S PKI berada di sekitar Halim Perdana Kusuma, pasukan langsung menuju ke sana. Tanggal 2 Oktober, Halim Perdana Kusuma diserang oleh satuan RPKAD di bawah komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo atas perintah Mayjen Soeharto. Pada pukul 12.00 siang, seluruh tempat itu telah berhasil dikuasai oleh TNI–AD.

Pada hari Minggu tanggal 3 Oktober 1965, pasukan RPKAD yang dipimpin oleh Mayor C.I Santoso berhasil menguasai daerah Lubang Buaya. Setelah usaha pencarian perwira TNI–AD dipergiat dan atas petunjuk Kopral Satu Polisi Sukirman yang sempat menjadi tawanan G30S PKI tetapi berhasil melarikan diri, mereka mendapat keterangan bahwa para perwira TNI AD tersebut dibawa ke Lubang Buaya.

Karena daerah tersebut diselidiki secara intensif, akhirnya pada tanggal 3 Oktober 1965 ditemukan tempat para perwira yang diculik dan dibunuh tersebut. Mayat para perwira itu dimasukkan ke dalam sebuah sumur yang berdiameter ¾ meter dengan kedalaman kira-kira 12 meter, yang kemudian dikenal dengan nama Sumur Lubang Buaya.

Setelah itu, PKI dinyatakan sebagai penggerak dari adanya kudeta dan kemudian pada dalang dibelakangnya diburu dan ditangkap. Termasuk juga DN Aidit yang sempat lari dan kabur ke Jawa Tengah. Namun kemudian Ia berhasil ditangkap

Selain itu, anggota organisasi lain yang dianggap sebagai simpatisan atau yang berkaitan dengan PKI juga ditangkap. Organisasi tersebut antara lain CGMI, Lekra, Pemuda Rakyat, Gerakan Wanita Indonesia, Barisan Tani Indonesia, dan lainnya. Berbagai macam kelompok masyarakat juga ikut menghancurkan markas PKi yang berada di berbagai daerah. Mereka juga menyerang berbagai lembaga, kantor, toko, dan juga universitas yang dianggap berkaitan dengan PKI.

Sumber : gramedia.com, cnn.com, okezone.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

Lima Perkara Yang Tidak Boleh Ditunda Tunda

Oleh: Winarto Setiap manusia memiliki takdir kematian yang tidak mengenal usia muda ataupun tua. Tidak pula mengenal jenis kelamin baik pere...