Rabu, 09 Desember 2020

Orang Yang Bangkrut Di Hari Kiamat

Tujuan hidup manusia adalah untuk mencari keselamatan dan kebahagian baik di dunia maupun di akhirat. Untuk mencapai hal tersebut, tentunya diperlukan suatu upaya atau ilmu yang benar, sehingga amalan yang kita lakukan tidak salah sasaran. Sebagai pribadi yang normal, tentunya Kita harus memiliki target untuk menggapai tersebut. Kita harus berusa keras menghindar menjadi pribadi-pribadi yang bangkrut atau rugi, baik di dunia lebih-lebih di akherat kelak.

Bagaimana kuncinya? Pada dasarnya tugas pokok kita minimal hanya tiga hal yakni berdoa, berikhtiar dan tawakkal kepada Alloh. Kita juga harus sadar, bahwa kita adalah sebagai makhluk sosial, artinya kehidapan kita tidak bisa lepas dari interaksi dengan manusia lain. Kita boleh memiliki rencana dan cita-cita tinggi, tetapi hasil akhir adalah mutlak keputusan Alloh. Kita harus berkeyakinan, apapun hasilnya itulah yang terbaik bagi diri kita

Rasulullah Saw pernah berdiskusi dengan para sahabatnya tentang definisi orang yang merugi. "Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?" tanya Rasulullah. Para sahabat berpendapat, orang bangkrut adalah mereka yang tidak mempunyai dirham maupun dinar. Ada juga yang berpendapat mereka yang rugi dalam perdagangan. Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang bangkrut dari umatku adalah mereka yang datang pada Hari Kiamat dengan banyak pahala shalat, puasa, zakat, dan haji.

Tapi di sisi lain, ia juga mencaci orang, menyakiti orang, memakan harta orang (secara bathil), menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Ia kemudian diadili dengan cara membagi-bagikan pahalanya kepada orang yang pernah dizaliminya. Ketika telah habis pahalanya, sementara masih ada yang menuntutnya maka dosa orang yang menuntutnya diberikan kepadanya. Akhirnya, ia pun dilemparkan ke dalam neraka." (HR Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad).

Makna 'dilemparkan' adalah sebuah penghinaan dari Allah kepada manusia. Ketika seorang manusia yang justru tidak lagi tersisa sedikitpun pahalanya karena harus diberikan kepada orang lain yang ia dhalimi semasa hidup di dunia, maka ia akan 'dilemparkan' dengan dosa-dosa orang telah ia sakiti tersebut sebagai balasannya.

Kehidupan diakhirat tidak ada lagi kata maaf, yang ada hanyalah transaksional atau ganti rugi, ganti rugi bukan dengan harta benda maupun uang tetapi dengan pahala atau dosa. Sehingga itulah makna orang-orang yang bangkrut atau merugi kata rasulullah. Artinya mereka orang yang banyak amal dan pahalanya namun banyak juga mereka melakukan dosa, baik dosa yang dilakukan dengan mata, tangan, lisan, dan perbuatan lainnya. Oleh karena itu ketika nanti pada hari kiamat ia disidang di mahkamah Allah justru ia banyak membayar pahalanya kepada orang lain akibat kesalahan dirinya sendiri semasa hidup di dunia. Alloh berfirman dalam suratAl Hasyr (QS (59): 18):

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٖۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ ١٨

18. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan

Dari ayat tersebut sudah jelas dan tegas bahwa Alloh SWt memerintahkan kepada kita untuk selalu berinstropeksi diri terhadap semua amal perbuatan yang telah kita perbuat. Sudahkan amal yang kita perbuat kita NIAT kan hanya untuk mencari RIDHO Alloh??? 

Amalan yang kita perbuatpun juga harus seimbang antara amalan yang berhungan langsung dengan TUHAN (Habbluminalloh) dengan amalan-amalan yang berhubungan dengan sesame manusia (habbluminnanass. Intinya jangan sampai kita menjadi ummat yang bangkrut seperti digabarkan dalam hadits di atas. Menghadap Allloh dengan banyak pahala, namun di sisi lain amalan dengan seseama manusia NOL besar alias rusak.

Hubungan baik dengan manusia 
Dengan demikian hadis tersebut diatas telah mengubah cara pandang para sahabat tentang kerugian yang sebenarnya bukanlah persoalan harta, melainkan amal ibadah. Amal ibadah tak bernilai apa-apa, kecuali diikuti dengan amal sosial. Pahala menggunung tak ada artinya tanpa diikuti dengan akhlak yang baik. Baiknya pemahaman agama seseorang dibuktikan dengan baiknya akhlak dan perilaku. Rasulullah Saw pernah bersabda, "Kebanyakan yang menjadikan manusia masuk surga adalah takwa kepada Allah Swt dan akhlak yang mulia." (HR Ahmad).

Oleh karena itu hadirnya bulan ramadhan adalah untuk mendidik kita, Allah ingin mendidik manusia agar ia menjadi lebih bijak dalam menjaga amalannya. Tidak menyakiti hati dan perasaan saudara-saudaranya dengan cara apapun. Dengan membina hubungan baik dengan sesama manusia, Insya Allah seluruh amalan yang menjadi hasil yang bisa kita petik sendiri.

Dan sesungguhnya dalam rangka itulah Rasulullah Saw diutus yakni untuk memperbaiki akhlak manusia. Memberikan contoh tauladan sehingga kita dapat menjaga orang lain dari bahaya lisan kita. Luka yang ditimbulkan oleh lisan sungguh tak mudah dilupakan bahkan menjadi luka yang dapat diwariskan. Beda halnya dengan luka karena sayatan pisau atau pedang, satu dua hari ataupun sebulan luka tersebut sudah pulih seperti sedia kala, bahkan dengan pengobatan modern zaman ini bekas luka pun dapat dihilangkan.

sumber: afnan h kusumo (FB) 
              kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

Lima Perkara Yang Tidak Boleh Ditunda Tunda

Oleh: Winarto Setiap manusia memiliki takdir kematian yang tidak mengenal usia muda ataupun tua. Tidak pula mengenal jenis kelamin baik pere...