Minggu, 17 April 2022

Zakat Fitrah: Konsep Dasar

Oleh: Winarto
Zakat secara bahasa adalah bertambah atau meningkat (an-Namaa), dan juga dapat diartikan berkah (barakah), banyak kebaikan (katsir al-khair), dan mensucikan (tathhir). Sedangkan zakat secara syara’ adalah nama harta tertentu, di keluarkan dari harta yang tertentu, dengan cara-cara tertentu dan diberikan kepada golongan yang tertentu pula. Adapun makna Fitrah adalah merujuk pada keadaan manusia saat baru diciptakan atau khilqah. Allah SWT berfirman:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah Menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. (Q.S.ar-Rum/30:30).
 
Selanjutnya zakat fitrah juga dapat disebut zakat puasa atau zakat yang sebab diwajibkanya adalah futhur (berbuka puasa) pada bulan Ramadhan. Dan juga bisa di sebut zakat badan karena berfungsi untuk mensucikan diri. Dalam istilah ahli fiqih (fuqaha), zakat fitrah adalah zakat diri yang diwajibkan atas setiap individu muslim yang mampu dengan syarat-syarat yang telah di tetapkan. Zakat fitrah merupakan zakat jiwa (zakah al-nafs), yaitu zakat yang dikeluarkan pada akhir bulan ramadhan dan menjelang shalat iedul fitri.
Menurut pendapat beberapa mujtahid (Malik, Syafi’i, ahmad, dan Ishaq) bahwa yang wajib mengeluarkan zakat fitrah adalah orang yang memiliki kelebihan (makanan atau nilai dalam uang) dari keperluannya di malam hari raya. Kewajiban zakat fitrah tidak hanya untuk dirinya, tapi juga untuk semua yang menjadi tanggungannya (istri, anak). Sebagaimana hadits berikut
“Berilah sedekah fitrah atas nama mereka-mereka yang menjadi tanggungan engkau”. Jika pada hari itu kita memiliki kelebihan hanya cukup untuk membayar fitrah satu orang, maka hendaklah digunakan untuk fitrah kita sendiri. “Mulailah dengan dirimu, kemudian jika ada kelebihan maka berilah untuk ahlimu”. (H.R. An-Nasa’i).

Adapun seorang muslim wajib membayar zakat fitrah jika sudah mencapai nisab (standar penghitungan kekayaan minimal) dan juga haul (batas waktu yang ditentukan) zakat. Hukum zakat fitrah banyak tertera di berbagai ayat Al Qur'an sebagaimana tertera pada ayat-ayat berikut :
وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ ٤٣
"Dan dirikanlah shalat serta tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku." (QS: Al-Baqarah 2:43)

وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَمَا تُقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُم مِّنۡ خَيۡرٖ تَجِدُوهُ عِندَ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ ١١٠
"Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan" (QS: Al-Baqarah 2:110)
 
Adapun fungsi dari zakat fitrah adalah untuk membersihkan atau menyucikan diri dari harta-harta yang dimiliki di dunia. Jadi jelas sudah perihal kewajiban masing-masing muslim untuk membayar zakat fitrah di bulan puasa Ramadhan.
 
" Waktu Mengeluarkan Zakat "
Waktu pelaksanaan mengeluarkan zakat fitrah terbagi menjadi 5 kelompok :
  1. Waktu WAJIB :Yaitu, ketika menemui bulan Ramadhan dan menemui sebagian awalnya bulan Syawwal. Oleh sebab itu orang yang meninggal setelah maghribnya malam 1 Syawwal, wajib dizakati. Sedangkan bayi yang lahir setelah maghribnya malam 1 Syawwal tidak wajib dizakati.
  2. Waktu JAWAZ: Yaitu, sejak awalnya bulan Ramadhan sampai memasuki waktu wajib.
  3. Waktu FADHILAH: Yaitu, setelah terbit fajar dan sebelum sholat hari raya.
  4. Waktu MAKRUH: Yaitu, setelah sholat hari raya sampai menjelang tenggelamnya matahari pada tanggal 1 Syawwal kecuali jika ada udzur seperti menanti kerabat atau orang yang lebih membutuhkan, maka hukumnya tidak makruh.
  5. Waktu HARAM : Yaitu, setelah tenggelamnya matahari tanggal 1 Syawwal kecuali jika ada udzur seperti hartanya tidak ada ditempat tersebut atau menunggu orang yang berhak menerima zakat, maka hukumnya tidak haram. Sedangkan dari zakat yang dikeluarkan setelah tanggal 1 Syawwal adalah qodho’.
Salah satu hadist yang memperkuat hal tersebut adalah :
"Bahwa Rasulullah memerintahkan agar zakat fitrah diberikan sebelum orang-orang Islam pergi untuk menunaikan ibadah shalat Idul Fitri (Shalat Ied) (Hadist Shahih Muslim 1645)"

Adapun cara dalam melakukan melakukan zakat fitrah adalah bisa dengan membayar sebesar satu sha' (1 sha'=4 mud, 1 mud=675 gr). Perhitungan tersebut jika di implementasikan dalam bentuk yang lebih general lagi kira-kira setara dengan 3,5 liter atau 2.7 kg makanan pokok (tepung, kurma, gandum, aqith) atau yang biasa dikonsumsi di daerah bersangkutan (Mazhab syafi'i dan Maliki).
Sebagai contoh jika di Indonesia sebagian besar penduduknya mengkonsumsi beras maka zakat bisa dibayarkan dalam bentuk beras. Zakat juga bisa dilakukan dalam bentuk uang yang setara dengan besaran harga beras dikalikan dengan jumlah berat beras yang wajib dibayarkan. Zakat pun akan sempurna jika dibarengi dengan keihklasan serta niat yang tulus.
Bacaan DO'A Ketika Menerima Zakat
ﺁﺟَﺮَﻙ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺍَﻋْﻄَﻴْﺖَ، ﻭَﺑَﺎﺭَﻙَ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺍَﺑْﻘَﻴْﺖَ ﻭَﺟَﻌَﻠَﻪُ ﻟَﻚَ ﻃَﻬُﻮْﺭًﺍ
 
" Golongan Orang Yang Berhak Menerima Zakat "
Golongan yang berhak menerima zakat ada 8 sebagaimana yang telah ditentukan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur’an.

اِنَّمَاالصَّدَقَتُ لِلْفُقَرَآءِوَالْمَسَكِيْنِ وَالْعَمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفىِ الرِقَابِ وَالْغَرِمِيْنَ وَفىِ سَبِيْلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ فَرِيْضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, para mu’allaf, yang dilunakan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai ketetapan kewajiban dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah : 60).
1- FUQARA (FAQIR)
Adalah orang yang tidak memiliki harta benda atau pekerjaan sama sekali atau mempunyai pekerjaan namun tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya.
2- MASAKIN (MISKIN)
Adalah orang yang memiliki harta benda atau pekerjaan namun tiduk bisa mencukupi hidupnya.
3- AMILIN (AMIL)
Adalah orang-orang yang diangkat (dipekerjakan) oleh Imam atau pemerintah untuk menarik zakat dan menyerahkannya kepada orang yang berhak menerimanya, dan tidak mendapat bayaran dari baitul mal atau negara. Orang-orang yang termasuk amil zakat di antaranya adalah bagian pendataan zakat, penarik zakat, pembagi zakat dan yang lainnya.
4- MU'ALLAF
Golongan ini terbagi menjadi 4 macam, yakni: orang yang baru masuk Islam dan niatnya masih lemah, orang yang baru masuk Islam dan niatnya sudah kuat, di samping itu ia memiliki pengaruh di kalangan kaumnya sehingga dengan memberikan zakat kepadanya dapat diharapkan masuk islamnya orang-orang dari kaum tersebut, orang yang membela kaum (muslimin) dari kejahatan orang-orang kafir, orang yang membela kaum (muslimin) dari keburukan orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat.
5- RIQAB (BUDAK MUKATAB)
Adalah budak yang di janjikan meredeka oleh tuannya setelah melunasi sejumlah tebusan yang sudah disepakati bersama dan juga di bayar secara berangsur.
6-  SABILILLAH
Adalah orang yang berperang di jalan Allah dan tidak mendapatkan gaji. Mereka mendapatkan bagian zakat sesuai dengan kebutuhan dirinya dan keluarganya selama berangkat, pulang dan mukim, sekalipun dia termasuk orang kaya. Apabila tidak jadi berperang maka dia harus mengembalikanzakat yang telah dia terima, demikian pula harus mengembalikan kelebihannya setelah berperang.
7- IBNU SABIL
Adalah orang yang memulai bepergian dari daerah tempat zakat (baladuzzakat) atau melewati daerah tempat zakat. Disyaratkan bepergiannya bukanlah maksiat, atau tujuan tidak di benarkan dalam agama.
8- GHARIMIN
Golongan ini terbagi menjadi 3 macam yakni: Orang yang memiliki tanggungan hutang untuk mendamaikan pihak yang bertikai, orang yang berhutang untuk menanggung beban hutang orang lain, orang yang berhutang untuk keperluan dirinya sendiri atau untuk keluarganya dengan tujuan digunakan pada perkara yang mubah. Apabila berhutang untuk tujuan maksiat maka hukumnya tafsil:
  1. Jika ditasharufkan pada maksiat dan tidak taubat, maka tidak berhak menerima zakat.
  2. Jika ternyata ditasharufkan pada maksiat namun telah taubat dan diduga kesungguhan taubatnya oleh orang yang zakat, maka berhak menerima zakat.
  3. Jika ternyata ditasharufkan pada perkara yang mubah, maka berhak menerima zakat.
Semoga bermanfaat...!!!

 

2 komentar:

Featured Post

Lima Perkara Yang Tidak Boleh Ditunda Tunda

Oleh: Winarto Setiap manusia memiliki takdir kematian yang tidak mengenal usia muda ataupun tua. Tidak pula mengenal jenis kelamin baik pere...